PENGAMBILAN KEPUTUSAN SEBAGAI PEMIMPIN PEMBELAJARAN
PENGAMBILAN KEPUTUSAN SEBAGAI PEMIMPIN PEMBELAJARAN
Nama : Nurawalianti Syafrudin
CPG : Kab. Gowa
Fasilitator : Drs. Anang Purwito, M.Pd
Pendamping : Luktfy Alam S.Sos
A. Rangkuman pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran
Setiap manusia punya tanggung jawab dalam hidupnya. Berbagai aspek tanggung jawab tersebut memerlukan pengambilan keputusan. Banyak manusia yang bingung terhadap keputusan yang ia buat, tak sedikit juga orang yang kesulitan dalam mengambil keputusan. Setiap insan yang hidup dibumi ini akan mengalami perubahan dan perjalanan dapat merubah seseorang dalam memandang tanggung jawab yang ia pikul kerasnya kehidupan seseorang membuatnya banyak mengalami masalah dan ujian, dari masalah yang dipikul seseorang akan mengalami proses berpikir dalam bertindak dan beraksi. Pendidikan Guru penggerak hadir sebagai upaya dalam memberikan pembelajaran kepada guru sebagai pemimpin pembelajaran dalam mengambil pengambilan keputusan yang berpihak kepada murid.
Guru adalah agen of change, seseorang yang membawa perubahan generasi bangsa, ketika guru mampu mengambil keputusan yang bijak dalam pelaksanaan pembelajaran yang berpihak kepada murid tentu pembelajaran tersebut menjadi menyenangkan kepada seluruh murid. Tidak mudah untuk mendidik murid dengan berbagai karakter dan perbedaan kompetensi murid, dan bukan hal yang sulit ketika guru mampu membuat keputusan yang bijak dalam rangkaian pembelajaran dikelas.
Guru perlu mengupayakan diri memberikan yang terbaik kepada murid demi perubahan yang lebih baik. Kita semua akan memahami kondisi ini sebagai upaya perbaikan pendidikan. Sangat bijak hari ini pendidikan guru penggerak hadir sebagai upaya pendidikan bagi guru dalam mencetak pemimpin-pemimpin pembelajar yang bijak dan Ada berbagai cara yang bisa kita lakukan dalam mengambil keputusan. Berikut adalah rangkuman cara pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran :
Sebelum masuk dalam langkah pen
gambilan keputusan kita perlu melihat maslah yang dihadapi berbentuk Dilema Etika atau Bujukan Moral
1. Dilema Etika vs Bujukan Moral
Dilemma Etika adalah suatu permasalah yang dihadapi oleh seseorang dalam menghadapi 2 situasi yang bersamaan dalam satu watu sehingga seseorang bingung dalam membuat keputusan terhadap masalah tersebut Karena masalah yang satu benar jika dilakukan dan masalah yang lainpun adalah masalah yang benar juga ketika ada keputusan yang ingin diambil. Dilema etika adalah kondisi seseorang yang hadapi masalah benar vs Benar
Bujukan moral adalah suatu permasalah yang dihadapi oleh seseorang dalam waktu bersamaan dengan kondisi menyinggung moral seseorang, bujukan moral adalah kondisi menghadapi masalah benar vs salah.
Dari 2 penjelasa diatas kita dalam menyimpulkan bahwa guru akan menyelesaikan masalah yang menurutnya rumit yaitu Dilema Etika, sebab jika ia berada pada bujukan moral tentu ia mengetahui bahwa masalah yang ia hadapi benar lawan salah dan ia harus berani menghadapi masalah tersebut.
2. Empat Paradigma pengambilan keputusan
Ketika kita menghadapi situasi dilema etika, akan ada nilai-nilai kebajikan mendasari yang bertentangan seperti cinta dan kasih sayang, kebenaran, keadilan, kebebasan, persatuan, toleransi, tanggung jawab dan penghargaan akan hidup. Secara umum ada pola, model, atau paradigma yang terjadi pada situasi dilema etika yang bisa dikategorikan seperti di bawah ini:
1. Individu lawan masyarakat (individual vs community)
2. Rasa keadilan lawan rasa kasihan (justice vs mercy)
3. Kebenaran lawan kesetiaan (truth vs loyalty)
4. Jangka pendek lawan jangka panjang (short term vs long term)
Secara lebih rinci, berikut adalah penjelasan dari keempat paradigma tersebut:
Individu lawan masyarakat (individual vs community)
Dalam paradigma ini ada pertentangan antara individu yang berdiri sendiri melawan sebuah kelompok yang lebih besar di mana individu ini juga menjadi bagiannya. Bisa juga konflik antara kepentingan pribadi melawan kepentingan orang lain, atau kelompok kecil melawan kelompok besar. “Individu” di dalam paradigma ini tidak selalu berarti “satu orang”. Ini juga dapat berarti kelompok kecil dalam hubungannya dengan kelompok yang lebih besar. Seperti juga “kelompok” dalam paradigma ini dapat berarti kelompok yang lebih besar lagi. Itu dapat berarti kelompok masyarakat kota yang sesungguhnya, tapi juga bisa berarti kelompok sekolah, sebuah kelompok keluarga, atau keluarga Anda. Dilema individu melawan masyarakat adalah bagaimana membuat pilihan antara apa yang benar untuk satu orang atau kelompok kecil , dan apa yang benar untuk yang lain, kelompok yang lebih besar. Guru kadang harus membuat pilihan seperti ini di dalam kelas. Bila satu kelompok membutuhkan waktu yang lebih banyak pada sebuah tugas, tapi kelompok yang lain sudah siap untuk ke pelajaran berikutnya, apakah pilihan benar yang harus dibuat? Guru mungkin menghadapi dilema individu lawan kelompok.
Rasa keadilan lawan rasa kasihan (justice vs mercy)
Dalam paradigma ini ada pilihan antara mengikuti aturan tertulis atau tidak mengikuti aturan sepenuhnya. Pilihan yang ada adalah memilih antara keadilan dan perlakuan yang sama bagi semua orang di satu sisi, dan membuat pengecualian karena kemurahan hati dan kasih sayang, di sisi lain. Kadang memang benar untuk memegang peraturan, tapi terkadang membuat pengecualian juga merupakan tindakan yang benar. Pilihan untuk menuruti peraturan dapat dibuat berdasarkan rasa hormat terhadap keadilan (atau sama rata). Pilihan untuk membengkokkan peraturan dapat dibuat berdasarkan rasa kasihan (kebaikan) Misalnya ada peraturan di rumah Anda harus ada di rumah pada saat makan malam. Misalnya suatu hari Anda pulang ke rumah terlambat karena seorang teman membutuhkan bantuan Anda. Ini dapat menunjukkan dilema keadilan lawan rasa kasihan, terhadap orang tua Anda. Apakah ada konsekuensi dari melanggar peraturan tentang pulang ke rumah tepat waktu untuk makan malam, atau haruskah orang tua Anda membuat pengecualian?
Kebenaran lawan kesetiaan (truth vs loyalty)
Kejujuran dan kesetiaan seringkali menjadi nilai-nilai yang bertentangan dalam situasi dilema etika. Kadang kita perlu untuk membuat pilihan antara berlaku jujur dan berlaku setia (atau bertanggung jawab) kepada orang lain. Apakah kita akan jujur menyampaikan informasi berdasarkan fakta atau kita menjunjung nilai kesetiaan pada profesi, kelompok tertentu, atau komitmen yang telah dibuat sebelumnya. Pada jaman perang, tentara yang tertangkap kadang harus memilih antara mengatakan yang sebenarnya kepada pihak musuh atau tetap setia kepada teman tentara yang lain. Hampir dari kita semua pernah mengalami harus memilih antara mengatakan yang sebenarnya atau melindungi teman (saudara) yang dalam masalah. Ini adalah salah satu contoh dari pilihan atas kebenaran melawan kesetiaan.
Jangka pendek lawan jangka panjang (short term vs long term)
Paradigma ini paling sering terjadi dan mudah diamati. Kadang perlu untuk memilih antara yang kelihatannya terbaik untuk saat ini dan yang terbaik untuk masa yang akan datang. Paradigma ini bisa terjadi di level personal dan permasalahan sehari-hari, atau pada level yang lebih luas, misalnya pada issue-issue dunia secara global, misalnya lingkungan hidup dll. Orang tua kadang harus membuat pilihan ini. Contohnya: Mereka harus memilih antara seberapa banyak uang untuk digunakan sekarang dan seberapa banyak untuk ditabung nanti. Pernahkah Anda harus memilih antara bersenang-senang atau melatih instrumen musik atau berolahraga? Bila iya, Anda telah membuat pilihan antara jangka pendek melawan jangka panjang.
3. Prinsip pengambilan keputusan
Etika tentunya bersifat relatif dan bergantung pada kondisi dan situasi, dan tidak ada aturan baku yang berlaku. Tentunya ada prinsip-prinsip yang lain, namun ketiga prinsip di sini adalah yang paling sering dikenali dan digunakan. Dalam seminar- seminar, ketiga prinsip ini yang seringkali membantu dalam menghadapi pilihanpilihan yang penuh tantangan, yang harus dihadapi pada dunia saat ini. (Kidder, 2009, hal 144). Ketiga prinsip tersebut adalah:
1. Berpikir Berbasis Hasil Akhir (Ends-Based Thinking)
2. Berpikir Berbasis Peraturan (Rule-Based Thinking)
3. Berpikir Berbasis Rasa Peduli (Care-Based Thinking)
4. Konsep Pengambilan dan Pengujian Keputusan
Di bawah ini adalah 9 langkah yang telah disusun untuk memandu Anda dalam mengambil dan menguji keputusan dalam situasi dilema etika yang membingungkan karena adanya beberapa nilai-nilai yang bertentangan.
1) Mengenali bahwa ada nilai-nilai yang saling bertentangan dalam situasi ini.
Ada 2 alasan mengapa langkah ini adalah langkah yang penting dalam pengambilan dan pengujian keputusan. Alasan yang pertama, langkah ini mengharuskan kita untuk mengidentifikasi masalah yang perlu diperhatikan, alih-alih langsung mengambil keputusan tanpa menilainya dengan lebih saksama. Alasan yang kedua adalah karena langkah ini akan membuat kita menyaring masalah yang betul-betul berhubungan dengan aspek moral, bukan masalah yang berhubungan dengan sopan santun dan norma sosial. Untuk mengenali hal ini bukanlah hal yang mudah. Kalau kita terlalu berlebihan dalam menerapkan langkah ini, dapat membuat kita menjadi orang yang terlalu mendewakan aspek moral, sehingga kita akan mempermasalahkan setiap kesalahan yang paling kecil pun. Sebaliknya bila kita terlalu permisif, maka kita bisa menjadi apatis dan tidak bisa mengenali aspek-aspek permasalahan etika lagi.
2) Menentukan siapa yang terlibat dalam situasi ini.
Bila kita telah mengenali bahwa ada masalah moral di situasi tertentu. Pertanyaannya adalah dilema siapakah ini? Hal yang seharusnya membedakan bukanlah pertanyaan apakah ini dilema saya atau bukan. Karena dalam hubungannya dengan permasalahan moral, kita semua seharusnya merasa terpanggil.
3) Kumpulkan fakta-fakta yang relevan dengan situasi ini. \
Pengambilan keputusan yang baik membutuhkan data yang lengkap dan detail, seperti misalnya apa yang terjadi di awal situasi tersebut, bagaimana hal itu terkuak, dan apa yang akhirnya terjadi, siapa berkata apa pada siapa, kapan mereka mengatakannya. Data-data tersebut penting untuk kita ketahui karena dilema etika tidak menyangkut hal-hal yang bersifat teori, namun ada faktorfaktor pendorong dan penarik yang nyata di mana data yang mendetail akan bisa menggambarkan alasan seseorang melakukan sesuatu dan kepribadian seseorang akan tercermin dalam situasi tersebut. Hal yang juga penting di sini adalah analisis terhadap hal-hal apa saja yang potensial akan terjadi di waktu yang akan datang.
4) Pengujian benar atau salah
a) Uji Legal Pertanyaan yang harus diajukan disini adalah apakah dilema etika itu menyangkut aspek pelanggaran hukum. Bila jawabannya adalah iya, maka pilihan yang ada bukanlah antara benar lawan benar, namun antara benar lawan salah. Pilihannya menjadi membuat keputusan yang mematuhi hukum atau tidak, bukannya keputusan yang berhubungan dengan moral.
b) Uji Regulasi/Standar Profesional Bila dilema etika tidak memiliki aspek pelanggaran hukum di dalamnya, mungkin ada pelanggaran peraturan atau kode etik. Konflik yang terjadi pada seorang wartawan yang harus melindungi sumber beritanya, seorang agen real estate yang tahu bahwa seorang calon pembeli potensial sebelumnya telah dihubungi oleh koleganya? Anda tidak bisa dihukum karena melanggar kode etik profesi Anda, tapi Anda akan kehilangan respek sehubungan dengan profesi Anda.
c) Uji Intuisi Langkah ini mengandalkan tingkatan perasaan dan intuisi Anda dalam merasakan apakah ada yang salah dengan situasi ini. Apakah tindakan ini mengandung hal-hal yang akan membuat Anda merasa dicurigai. Uji intuisi ini akan mempertanyakan apakah tindakan ini sejalan atau berlawanan dengan nilai-nilai yang Anda yakini. Walaupun mungkin Anda tidak bisa dengan jelas dan langsung menunjuk permasalahannya ada di mana. Langkah ini, untuk banyak orang, sangat umum dan bisa diandalkan untuk melihat dilema etika yang melibatkan dua nilai yang sama-sama benar.
d) Uji Halaman Depan Koran Apa yang Anda akan rasakan bila keputusan ini dipublikasikan pada halaman depan dari koran dan sesuatu yang Anda anggap merupakan ranah pribadi Anda tiba-tiba menjadi konsumsi masyarakat? Bila Anda merasa tidak nyaman membayangkan hal itu akan terjadi, kemungkinan besar Anda sedang menghadapi dilema etika.
e) Uji Panutan/Idola Dalam langkah ini, Anda akan membayangkan apa yang akan dilakukan oleh seseorang yang merupakan panutan Anda, misalnya ibu Anda. Tentunya di sini fokusnya bukanlah pada ibu Anda, namun keputusan apa yang kira-kira akan beliau ambil, karena beliau adalah orang yang menyayangi Anda dan orang yang sangat berarti bagi Anda. Yang perlu dicatat dari kelima uji keputusan tadi, ada tiga uji yang sejalan dengan prinsip pengambilan keputusan yaitu: Uji Intuisi berhubungan dengan berpikir berbasis peraturan (Rule-Based Thinking) yang tidak bertanya tentang konsekuensi tapi bertanya tentang prinsip-prinsip yang mendalam. Uji halaman depan koran, sebaliknya, berhubungan dengan berpikir berbasis hasil akhir (Ends-Based Thinking) yang mementingkan hasil akhir. Uji Panutan/Idola berhubungan dengan prinsip berpikir berbasis rasa peduli (Care-Based Thinking), dimana ini berhubungan dengan golden rule yang meminta Anda meletakkan diri Anda pada posisi orang lain. Bila situasi dilema etika yang Anda hadapi, gagal di salah satu uji keputusan tersebut atau bahkan lebih dari satu, maka sebaiknya jangan mengambil risiko membuat keputusan yang membahayakan atau merugikan diri Anda karena situasi yang Anda hadapi bukanlah situasi moral dilema, namun bujukan moral.
5) Pengujian Paradigma Benar lawan Benar.
Dari keempat paradigma berikut ini, paradigma mana yang terjadi di situasi ini? Individu lawan masyarakat (individual vs community) Rasa keadilan lawan rasa kasihan (justice vs mercy) Kebenaran lawan kesetiaan (truth vs loyalty) Jangka pendek lawan jangka panjang (short term vs long term) Apa pentingnya mengidentifikasi paradigma, ini bukan hanya mengelompokkan permasalahan namun membawa penajaman pada fokus kenyataan bahwa situasi ini betul-betul mempertentangkan antara dua nilainilai inti kebajikan yang sama-sama penting.
6) Melakukan Prinsip Resolusi Dari 3 prinsip penyelesaian dilema, mana yang akan dipakai? Berpikir Berbasis Hasil Akhir (Ends-Based Thinking) Berpikir Berbasis Peraturan (Rule-Based Thinking) Berpikir Berbasis Rasa Peduli (Care-Based Thinking)
7) Investigasi Opsi Trilema Mencari opsi yang ada di antara 2 opsi. Apakah ada cara untuk berkompromi dalam situasi ini. Terkadang akan muncul sebuah penyelesaian yang kreatif dan tidak terpikir sebelumnya yang bisa saja muncul di tengah-tengah kebingungan menyelesaikan masalah.
8) Buat Keputusan Akhirnya kita akan sampai pada titik di mana kita harus membuat keputusan yang membutuhkan keberanian secara moral untuk melakukannya.
9) Lihat lagi Keputusan dan Refleksikan Ketika keputusan sudah diambil. Lihat kembali proses pengambilan keputusan dan ambil pelajarannya untuk dijadikan acuan bagi kasus-kasus selanjutnya.
B. Koneksi antar materi modul dengan pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran
1. Koneksi Antar modul 1 (paradigma dan visi guru penggerak) dengan pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran
a) Koneksi refleksi filosofi dengan pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran
Ki Hajar Dewantara Menyatakan bahwa tujuan pendidikan adalah tuntunan segala kekuatan qodrat yang ada pada anak-anak sebagai manusia dan anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.
Dari tujuan kita perlu upaya mencapai kemerdekaan belajar untuk murid, pembelajaran berdiferensiasi sangat cocok untuk diterapkan dalam mencapai pendidikan yang menuntun murid merdeka belajar dengan mengikuti pembelajaran sesuai dengan kebutuhan belajara yang ia miliki.
Dalam memutuskan pembelajaran yang sesuai dengan tuntunan segala qodrat muri tersebut guru harus menenntukan langkah – langkah dalam pengambilan keputusan sebagai pemimpin dalam pembelajaran tentunya dalam meilihat potensi yang dimiliki oleh muridnya.
b) Koneksi nilai dan peran guru penggerak dengan pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran
Seorang pemimpin dalam membuat keputusan pendidikan yang berpihak kepada murid perlu mengetahui nilai apa yang ada pada diri seorang guru dan bagaimana ia berperan dalam melaksanakan nilai yang ia miliki
Contoh guru membuat strategi nilai dan peran dirinya
c) Koneksi visi guru penggerak dengan pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran
Kaitan antar visi dan pembagmbilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran sangatlah nyata, kita bisa melihat bawah : da beberapa hal yang bisa dilakukan oleh guru sebagai pemimpin pembelajaran dalam membuat keputusan dalam membuat visi, berikut adalah langkah model bagja yang bisa dilakukan oleh pemimpin dalam membuat keputusan pembelajaran yang berpihak pada murid.
a. B-uat pertanyaan (Define)
contoh pertanyaan yang diputuskan oleh pemimpin pembelajaran
Bagaimana mewujudkan generasi yang unggul dan berkarakter serta berjiwa pancasila?
Sejauh mana kemampuan guru dalam menciptakan pribadi siswa yang unggul dan berkarakter?
b. A-mbil pelajaran (Discover)
Banyak sekolah yang memiliki siswa yang cerdas, namun kecerdasan perlu dibarengi dengan karakter yang luhur yaitu berjiwa pancasila. Untuk mewujudikan siswa yang berjiwa pancasila tentu kita harus menerapkan pendidikan karakter disekolah.
c. Gali mimpi
jika seorang bisa membuat pesawat tentu yang paling baik adalah kita terus bermimpi dan mewujudkan mimpi, dalah hal ini mimpi saya adalah:
1. Siswa mampu bersaing diluar sekolah
2. Karakter siswa mempengaruhi kehidupannya dimasyarakat
3. Siswa dapat mengajari orang lain ilmu pengetahuannya dan menciptakan budaya positif dilingkungan hidupnya
d. J-abarkan rencana (Design)
Untuk merealisasikan perwujudkan siswa yang saya mimpikan adalah :
1. melakukan klasifikasi kompetensi yang dimiliki oleh guru, sebab guru adalah orang yang akan memberikan pembelajaran yang berkualitas dan merupakan teladan untuk menuntun karakter pancasila pada diri siswa
2. melakukan identifikasi kemampuan/ komptensi siswa. Setelahnya siswa di klasifikasikan sesuai dengan kompetensi sesuai dengan kodrat alam yang ia bawa sejak lahir.
3. Melakukan Pembekalan bagi guru untuk komptensi dan karakter yang lebih terdepan
4. Refleksi hasil dalam jangka waktu yang lebih cepat minimal 1xsebulan
5. Kolaborasi dengan pihak berpengalaman dan mencari mitra yang dapat memberikan bantuan dalam segi ilmu dan karakter siswa
e. A-tur eksekusi (Deliver)
1. pemetaan guru sesuai kompetensi
2. klasifikasi siswa sesuai bakat
3. metodelogi pengajaran guru ditingkatkan
4. konsolidasi kondisi guru da siswa
5. perbaikan dan meningkatkan hasil yang telah diperoleh
d) Koneksi budaya positif dengan pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran
Budaya Positif disekolah tidak dapat tercipta begitu saja tanpa adanya kurikulum pembelajaran dengan paradima yang baik, adanya visi dan misi sekolah serta dukungan penuh dari pemangku sekolah. Terdapat banyak aspek yang perlu diperhatikan untuk menciptakan budaya positif dilingkungan sekolah. Seperti: paradigma guru dalam memberikan pembelajaran kepada murid. Kepala sekolah membuat visi dan misi sekolah yang sesuai dengan profil pelajar pancasila dan pemangku kepentingan sekolah yang paham tentang budaya positif.
Guru dalam mendidik murid, akan menghadapi murid dengan karateristik yang beragam, ketika guru kurang memahami paradigma dalam mendidik, tentu ia akan menuntut murid untuk mengetahui seluruh kompetensi yang ia ajarkan, mengatur murid dalam segala hal dan menjadikan guru sebagai sentral dalam pembelajaran. Ketika guru sudah sadar tugas utamanya adalah mendidik, guru tidak hanya akan melakukan transfer ilmu, namun juga akan mentrasfer nilai diri dari guru itu sendiri, sehingga ia memperlakukan murid sesuai dengan qodratnya, tidak menuntut murid menjadi menguasai pembelajaran namun mengarahkan murid untuk memahami maksud dan pengaplikasian dari pembelajaran yang di ajarkan.
Banyak guru yang tidak menyadari jati dirinya sebagai pemimpin pembelajaran, dan melihat dirinya sebagai seorang yang selalu ada untuk murid, padahal sejatinya guru perlu mengerti bahwa keberadaannya sebagai guru menjadi penuntut murid untu menemukan jati diri murid tersebut, bukan menuntun murid menjadi seperti guru tersebut.
Dalam lingkungan sekolah ada pemangku kepentingan sekolah yaitu orang-orang yang menjadi stake holder dalam lingkup pendidikan. Mereka ada actor utama dalam membentuk karakteristik murid secara langsung maupun tidak langsung, mereka berperan penting dalam mendukung terciptakanya budaya positif disekolah. Ketika kepala sekolah membuat visi dan misi sekolah, stake holder sekolah mengetahui arah dan tujuan dari sekolah. Semisal seorang yang naik kapal didalamnya ada nahkoda, ada petugas mesin, kebersihan, penumpang, dan anak buah kapal lainnya. Yang menjadi target utama dalam pelayanan terbaik adalah penumpang, mereka harus medapati : makanan yang layak, tempat tidur, air untuk mandi, dll.
Budaya sekolah adalah hasil dari kebiasaan baik yang diterapkan oleh guru dengan dukungan seluruh pemangku sekolah, terutama murid. Kebiasaan baik ini lahir dari paradigm yang sesuai dengan profil pelajar pancasila yang diharapkan oleh seluruh elemen sekolah. Tentu hal ini akan menjadi nilai positif untuk murid ketika berada di sekolah itu sendiri, budaya positif dalam lingkungan keluarga, dan menjadi budaya positif di masyarakat.
Dari beberapa paradigm diatas kita dapatkan kaitan antara budaya positif dan pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran.
2. Koneksi antar modul 2 (praktek pembelajaran yang berpihak dapa Murid) dengan pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran
Secara umum praktek yang dilakukan guru dalam memetakan kebutuhan belajar murid dengan pembelajaran bediferensiasi dan mengingutkan juga pembelajaran sosial emosional serta coaching adalah serangkaian prkatek dalam aksi setelah pengambilan keputusan
a) Memenuhi kebutuhan belajar murid melalui pembelajara berdiferensiasi
Pembelajaran berdiferensiasi adalah serangkaian keputusan masuk akal (common sense) yang dibuat oleh guru yang berorientasi kepada kebutuhan murid. Keputusan-keputusan yang dibuat tersebut adalah yang terkait dengan:
a. Bagaimana mereka menciptakan lingkungan belajar yang “mengundang’ murid untuk belajar dan bekerja keras untuk mencapai tujuan belajar yang tinggi. Kemudian juga memastikan setiap murid di kelasnya tahu bahwa akan selalu ada dukungan untuk mereka di sepanjang prosesnya.
b. Kurikulum yang memiliki tujuan pembelajaran yang didefinisikan secara jelas. Jadi bukan hanya guru yang perlu jelas dengan tujuan pembelajaran, namun juga muridnya.
c. Penilaian berkelanjutan. Bagaimana guru tersebut menggunakan informasi yang didapatkan dari proses penilaian formatif yang telah dilakukan, untuk dapat menentukan murid mana yang masih ketinggalan, atau sebaliknya, murid mana yang sudah lebih dulu mencapai tujuan belajar yang ditetapkan.
d. Bagaimana guru menanggapi atau merespon kebutuhan belajar muridnya. Bagaimana ia akan menyesuaikan rencana pembelajaran untuk memenuhi kebutuhan belajar murid tersebut. Misalnya, apakah ia perlu menggunakan sumber yang berbeda, cara yang berbeda, dan penugasan serta penilaian yang berbeda.
e. Manajemen kelas yang efektif. Bagaimana guru menciptakan prosedur, rutinitas, metode yang memungkinkan adanya fleksibilitas. Namun juga struktur yang jelas, sehingga walaupun mungkin melakukan kegiatan yang berbeda, kelas tetap dapat berjalan secara efektif.
Tomlinson (2001) dalam bukunya yang berjudul How to Differentiate Instruction in Mixed Ability Classroom menyampaikan bahwa kita dapat mengkategorikan kebutuhan belajar murid, paling tidak berdasarkan 3 aspek.
Ketiga aspek tersebut adalah:
1. Kesiapan belajar (readiness) murid
Kesiapan belajar (readiness) adalah kapasitas untuk mempelajari materi baru. Sebuah tugas yang mempertimbangkan tingkat kesiapan murid akan membawa murid keluar dari zona nyaman mereka, namun dengan lingkungan belajar yang tepat dan dukungan yang memadai, mereka tetap dapat menguasai materi baru tersebut.
2. Minat murid
Minat adalah salah satu motivator penting bagi murid untuk dapat ‘terlibat aktif’ dalam proses pembelajaran.Tomlinson (2001) menjelaskan bahwa mempertimbangkan minat murid dalam merancang pembelajaran memiliki tujuan diantaranya:
• Membantu murid menyadari bahwa ada kecocokan antara sekolah dan keinginan mereka sendiri untuk belajar;
• Menunjukkan keterhubungan antara semua pembelajaran;
• Menggunakan keterampilan atau ide yang familiar bagi murid sebagai jembatan untuk mempelajari ide atau keterampilan yang kurang familiar atau baru bagi mereka, dan;
• Meningkatkan motivasi murid untuk belajar.
Gagasan untuk membedakan melalui minat adalah untuk "menghubungkan" murid pada pelajaran untuk menjaga minat mereka. Dengan menjaga minat murid tetap tinggi, diharapkan dapat meningkatkan kinerja murid.
3. Profil belajar murid
Menurut Tomlinson (dalam Hockett, 2018) profil belajar murid ini merupakan pendekatan yang disukai murid untuk belajar, yang dipengaruhi oleh gaya berpikir, kecerdasan, budaya, latar belakang, jenis kelamin, dll.
Dari uraian pembelajaran berdiferensasi tersebut guru tentunya punya andil besar dalam menentukan keputusan-keputusan dalam proses pelaksanaan pembelajaran menggunakan pemetaan belajar yang berpihak pada murid menggunakan pembelajaran berdiferensiasi.
b) Pembelajaran sosial dan emosional
Pembelajaran Sosial dan Emosional adalah pembelajaran yang dilakukan secara kolaboratif seluruh komunitas sekolah. Proses kolaborasi ini memungkinkan anak dan orang dewasa di sekolah memperoleh dan menerapkan pengetahuan, keterampilan dan sikap positif mengenai aspek sosial dan emosional. Pembelajaran sosial dan emosional bertujuan untuk:
1) memberikan pemahaman, penghayatan dan kemampuan untuk mengelola emosi
2) menetapkan dan mencapai tujuan positif
3) merasakan dan menunjukkan empati kepada orang lain
4) membangun dan mempertahankan hubungan yang positif serta
5) membuat keputusan yang bertanggung jawab.
c) Coaching
Para ahli mendefinisikan coaching sebagai:
• sebuah proses kolaborasi yang berfokus pada solusi, berorientasi pada hasil dan sistematis, dimana coach memfasilitasi peningkatan atas performa kerja, pengalaman hidup, pembelajaran diri, dan pertumbuhan pribadi dari coachee (Grant, 1999)
• kunci pembuka potensi seseorang untuk untuk memaksimalkan kinerjanya. Coaching lebih kepada membantu seseorang untuk belajar daripada mengajarinya (Whitmore, 2003)
Selain definisi-definisi yang diungkapkan oleh para ahli yang telah disebutkan di atas, International Coach Federation (ICF) mendefinisikan coaching sebagai: “…bentuk kemitraan bersama klien (coachee) untuk memaksimalkan potensi pribadi dan profesional yang dimilikinya melalui proses yang menstimulasi dan mengeksplorasi pemikiran dan proses kreatif.”
Daftar pustaka
Lms20-gp.simpkb.id
Artikel disarikan dari Buku “How Good People Make Tough Choices: Resolving the Dilemmas of Ethical Living, Rusworth M.Kidder, 1995, USA: HarperCollins Publishers
Terima kasih telah membaca
ReplyDelete